Adv. Sarikin S.H dari kantor Advokat Sarikin SH & Rekan

Secara singkat, apa yang menjadi booming hari ini tentang kejahatan pemerasan dengan modus Video call, yang berujung Video call sex, merupakan rangkaian tindak pemerasan dan bila ada yang menjadi korban berikut arahan dari Kantor Advokat Sarikin S.H & Rekan dan Berikut penjelasannya :


Pemerasan merupakan salah satu tindak pidana umum yang dikenal dalam hukum pidana positif di Indonesia. Tindak pidana pemerasan diatur dalam KUHP pada Pasal 367 Bab XXIII. Sebenarnya, dalam bab ini mengatur dua macam tindak pidana, yaitu pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging). Kedua tindak pidana itu memiliki inti atau sifat yang sama pada dasarnya, yakni suatu perbuatan yang memiliki tujuan memeras orang lain.

Karena itu, sifatnya yang sama, kedua tindak pidana ini diatur dalam bab yang sama. Kata 'pemerasan' dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar 'peras' yang bisa bermakna leksikal 'meminta uang dan jenis lain dengan ancaman.


Afpersing berasal dari kata kerja afpersen, yang berarti memeras (Marjanne Termorshuizen, 1999: 16). Dalam Black's Law Dictionary (2004: 180), lema blackmail diartikan sebagai 'a threatening demand made without justification'. Sinonim dengan extortion, yaitu suatu perbuatan untuk memperoleh sesuatu dengan cara melawan hukum seperti tekanan atau paksaan.


Pemerasan diatur dalam hukum pidana sebagaimana Pasal 368 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ("KUHP"), yang berbunyi:

"Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun".


Menurut Sarikin,S.H subjek pasal ini adalah

'barangsiapa' ada empat inti delik atau delicts bestanddelen dalam Pasal 368 KUHP.

Pertama, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kedua, secara melawan hukum.

Ketiga, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman.

Keempat, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang.

Unsur 'dengan maksud' dalam pasal ini memperlihatkan kehendak pelaku untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain.

Jadi, pelaku sadar atas perbuatannya memaksa.

Memaksa yang dilarang di sini adalah memaksa dengan kekerasan. Tanpa ada paksaan, orang yang dipaksa tidak akan melakukan perbuatan tersebut.

Walaupun pemerasan bagian dari tindak pidana umum, namun *tindak pidana pemerasan termasuk ke dalam delik aduan (klachdelict) yang berarti tindak pidana baru bisa diproses apabila korban membuat pengaduan/laporan*

Mengacu Pasal 368 KUHP, perbuatan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Jika pelaku membuat ancaman mengunggah foto pribadi, termasuk foto pribadi telanjang ke publik di media sosial, dapat diasumsikan bahwa hal ini merupakan modus teman untuk melakukan pemerasan via media digital.

Jika hal itu benar-benar terjadi dan korban merasa dirugikan, maka Anda dapat melaporkan kepada polisi maupun penyidik Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Hal itu juga diatur dalam Pasal 27 ayat (4) Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur tentang pemerasan/pengancaman di dunia siber, yang berbunyi:

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman".

Ancaman pidana dari Pasal 27 ayat 4 UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat 4 UU 19/2016 yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 27 ayat 4 UU 19/2016, ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Pasal 27 ayat 4 UU ITE dan perubahannya mengacu pada pemerasan dan/atau pengancaman pada KUHP. 

Jika anda memiliki bukti yang cukup mengenai perbuatan pelaku, Anda dapat melaporkannya ke polisi atau instansi terkait di bidang ITE.

Jika perbuatan pelaku dilakukan melalui media elektronik atau media sosial maka perbuatan tersebut dapat dijerat dengan UU ITE.

Maka dari itu kita harus lebih  bisa menjaga iman kita dan menjaga nafsu,  dan selalu Ingat Perbuatan tercela selalu ada akibat nya.